Wednesday, February 27, 2013

Fatmawati, Sosok Panutan Ibu Indonesia

ni adalah bulannya Raden Ajeng Kartini. Seorang pahlawan wanita asal Jepara, Jawa Tengah yang menjadi symbol emansipasi wanita Indonesia. “Habis Gelap Terbitlah Terang” adalah karya nyata yang menjadi landasan bagi para wanita Indonesia untuk muncul ke permukaan bahwa kaum hawa kini dan di masa yang akan datang memiliki kesempatan sama dengan laki-laki dalam segala bidang, termasuk pemimpin. Namun, dalam tulisan ini saya tidak membahas tentang RA Kartini, melainkan sosok perempuan lainnya yang tak kalah bersejarah. Ibu Fatmawati namanya. Salah satu istri dari Presiden pertama Ir. Soekarno.
//rosodaras.files.wordpress.com/2009/08/fatmawati-pidato-1946.jpg?w=470&h=590)
Foto di atas, adalah koleksi majalah Life. Salah satu foto langka yang sarat makna. (http://rosodaras.files.wordpress.com/2009/08/fatmawati-pidato-1946.jpg?w=470&h=590)
Sejak saya belajar sejarah di sekolah dasar hingga SMA, nama Fatmawati selalu menghiasi lukisan perjuangan bangsa merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda dan Jepang. Yang paling terkenal tentu adalah ketika beliau menjahit dengan tangannya sendiri bendera pusaka Merah Putih yang dikibarkan dalam upacara proklamasi di pagi hari tanggal 17 Agustus 1945.
Fatmawati yang bernama asli Fatimah, lahir di Bengkulu pada tahun 1923 dan meninggal dunia di Jakarta pada tahun 1980 dan dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.
Fatmawati, usianya baru 19 tahun ketika disunting Bung Karno yang waktu itu 41 tahun. Fatmawati, putri Hasan Din yang asli Bengkulu, menjadi first lady yang menorehkan sejarah. Fatmawati, dinikahi Bung Karno pada era pendudukan Jepang dan mengikuti pasang dan surut perjuangan mencapai kemerdekaan. Dalam masa awal kemerdekaan, tak jarang Fatmawati yang memiliki penguasaan bagus dalam hal nilai-nilai keagamaan,didaulat bericara di atas podium. (foto atas).
http://rosodaras.files.wordpress.com/2009/06/bung-karno-fatmawati1.jpg?w=228&h=300
http://rosodaras.files.wordpress.com/2009/06/bung-karno-fatmawati1.jpg?w=228&h=300
Dalam masa berkabung pasca meninggalnya Bung Karno, Fatmawati, istri ketiga, yang pergi meninggalkan Istana setelah Bung Karno menikahi istri lainnya, Hartini. Fatmawati adalah sosok perempuan yang teguh pendirian. Ia sudah bertekad tidak akan datang ke Wisma Yaso, tempat persemayaman terakhir Bung Karno di Jakarta seperti yang dilakukan istri lainnya, Inggit Garnasih (istri kedua).  Karenanya, begitu mengetahui ayah dari lima putra-putrinya telah meninggal, ia segera memohon kepada Presiden Soeharto agar jenazah suaminya disemayamkan di rumahnya di Jl. Sriwijaya, Kebayoran Baru, meski sebentar. Sayang, Soeharto menolak permintaan Fatmawati.
Hati Fatmawati benar-benar galau. Antara jerit hati ingin melihat wajah suami untuk terakhir kali, dengan keteguhan prinsip. Bahkan, putra-putrinya pun tidak ada yang bisa mempengaruhi keputusan Fatmawati untuk tetap tinggal di rumah. Meski, atas kesepakatan semua pihak, peti jenazah tidak ditutup hingga batas akhir jam 24.00, dengan harapan, Fatmawati datang pada detik-detik terakhir. Apa hendak dikata, Fatmawati tak juga tampak muka.
http://rosodaras.files.wordpress.com/2009/10/bk-dan-fatmawati-bersepeda.jpg?w=296&h=300
http://rosodaras.files.wordpress.com/2009/10/bk-dan-fatmawati-bersepeda.jpg?w=296&h=300
Pengganti kehadiran Fatmawati, adalah sebuah karangan bunga dari  si empunya nama. Dengan kalimat pendek dan puitis, Fatma menuliskan pesan, “Tjintamu yang menjiwai hati rakyat, tjinta Fat”… Sungguh mendebarkan kalimat itu, bagi siapa pun yang membacanya.
Fatmawati, sosok ibu yang tidak pernah dibenci anak-anaknya. Dia mungkin tak sehebat dan sepopuler RA Kartini. Dia juga bukan termasuk pahlawan nasional. Namun, dialah sosok wanita tegar, wanita yang rela cintanya terbagi, wanita yang telah melahirkan sosok-sosok wanita super. Dan salah satu anaknya Megawati pernah menjadi pemimpin negeri ini.
Indonesia bangga memiliki Ibu Fatmawati, permaisuri “Raja” Indonesia bernama Bung Karno.

No comments:

Post a Comment